Oleh :
M. Ridha Rasyid
MUNGKIN pembaca akan bertanya siapa guru Ilham Arief Sirajuddin dalam politik? Tentu dengan menyebut beberapa nama, kita akan mahfum bahwa Aco, sapaan akrab Ilham begitu supel dalam bergaul.
Tidak saja dikalangan bawah, tetapi juga jajaran elite partai berkuasa di era tahun 90an. Selain ayahnya yang mantan Bupati, juga mertuanya seorang tentara berpangkat perwira ABRI waktu itu.
Namun bukan itu saja yang jadi fokus tulisan ini. Namun, lebih dimaknakan sebagai sebuah perjalanan panjang dalam membentuk dirinya sebagai politisi ulung khususnya di Sulawesi Selatan.

Politik lokal, bagi seorang Aco yang lahir tanggal 16 September 1965, merupakan pembuktian diri bahwa untuk menjadi seorang politisi sekaligus negarawan harus berangkat dari kearifan lokal dalam memberikan penyikapan terhadap sebuah pengabdian. Baginya, pengabdian itu dapat diukur dalam tiga aspek.
Pertama. Memahami Indonesia, seyogyanya mengetahui akar budaya daerah, karena dari situlah negeri ini dapat dikenali lebih dalam dan luas.
Kedua, cerminan nasionalisme bila mampu menguasai seluk beluk kedaerahan sebagai pengejawantahan pemahaman terhadap sebuah negara yang terdiri dari daerah daerah.
Ketiga, perpolitikan di tingkat lokal jauh lebih beragam dan pelik di banding perpolitikan nasional. Hal ini Ilham manifestasikan dalam perjalanan karier politiknya selama tiga dekade terakhir.
Cikal bakal bakat politiknya, memang sudah terlihat sejak remaja. Sebagai anak polisi dan bupati, ia senantiasa melihat dan menjadi pelajaran baginya betapa “ramainya” kekuasaan itu untuk merengkuhnya. Sehingga, dari sana dia belajar bahwa “kesantunan” dalam berpolitik merupakan modal dasar mengekspresikan cita cita politik.
Mungkin ini agak aneh untuk orang lain, bahwa kesantunan dalam berpolitik itu hanyalah sebuah fatamorgana yang justru bertentangan bahkan berseberangan dengan adagium yang selama ini melekat bahwa kekuasaan yang notabene muara politik, hanyalah dapat diraih melalaui berbagai cara, baik atau culas. Aco malah berprinsip lain.

Guru politiknya bukanlah figur atau sosok seorang politisi yang handal dan berhasil dalam kekuasaan saja, tetapi guru politiknya adalah kesahajaan dalam menyampaikan pikiran pikiran dan ide ide yang dapat dipahami rakyat dalam mengomunikasikan sikap, gagasan dan tujuan yang hendak di capai.
Bahwa ketokohan itu menjadi referensi untuk dapat belajar plus minus. Oleh karenanya, Aco senantiasa mengambil sikap yang tidak cenderung kepada fanatisme kelompok ataupun golongan, juga tidak mau terkooptasi dalam kelompok yang mengkultuskan seseorang, baginya dia harus bisa masuk dalam setiap relung pemikiran yang dapat diterima banyak pihak.
Meskipun sikap ini oleh pakar politik Dwight Michael mengatakan dibutuhkan kekuatan moral mumpun, i sebab tentu saja lawan lawan politiknya berusaha sekeras mungkin untuk merintanginya dengan cara cara tidak manusiawi. Aco sadar dengan hal itu, pegangan moral-religius sebagai fondasi berpijak dalam percaturan kekuasaan.
Pemimpin yang ramah
Asumsi murid tidaklah selalu bahwa seseorang itu masih belajar, perlu bimbingan, selalu dituntun ataupun belum dapat menentukan sikap. Murid bagi Ilham adalah wujud kerendahan hati, bahwa sebuah proses itu tidak akan pernah ada ujungnya, kecuali ketika kesempatan hidup itu sudah berakhir.
Dengan emblem murid ia bisa masuk ke mana saja, bisa berkaloborasi serta membangun kebersamaan dan kerjasama dengan siapapun. Keramahan berpolitik itu bukanlah sebuah sikap tetapi karakter, bawaan sejak lahir yang diasah melalui pergulatan hidup. Memetik hikmah dari apa yang dia lihat dan alami.
Ilham yang sejatinya selalu mengidentikkan dirinya sebagai orang kalangan “awam ” dan sederhana, tidak pernah mempertontonkan kehidupan berlebihan walaupun dia punya kemampuan untuk itu. Didikan sederhana dan kesahajaan ibundanya juga kesopanan ayahandanya selalu terpatri dalam dirinya.
Selain itu, kepekaannya melihat fenomena sosial sekelilingnya menjadikan dia makin mengerti bahwa tidak ada sesuatu yang kita punyai mutlak milik kita, namun ada bagian dari pihak lain menjadi hak mereka.
Maka, sikap dan sifat itu diwejawantahkannya dalam berpolitik. Politik itu tidak melulu kekuasaan, melainkan adanya komitmen untuk berbuat sesuatu yang positif bagi rakyat.
Di tangan Ilham, politik itu merupakan diafragma dengan berbagai rupa untuk menunjukkannya pada berbagai aktifitas. Politik itu seni merangkai kata, sikap dan komitmen, katanya.
Perjalanan Karier
Menjabat sebagai Ketua Golkar Kota Makassar merupakan prestasi awal karier politiknya yang kemudian mengantarkannya sebagai Walikota Makassar dua periode.
Disela sela itu juga berkiprah di ormas Nasdem yang belakangan menjadi partai poltik. Lalu dia menjadi petinggi Partai Demokrat Sulawesi Selatan dan maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Selatan, walaupun rakyat berkehendak lain, tidak membuat dia berhenti memikirkan daerah ini agar bisa lebih berkembang.
Komunikasi politik yang selalu dia bangun dengan keramahannya yang merupakan trade mark dirinya, sebab dalam pikirannya interaksi sosial itu penting. Di sanalah kita dapat mengetahui dan menelaah apa yang menjadi kepentingan dan kebutuhan rakyat.
Selepas dari penjara, merupakan bengkel pembelajaran yang makin memperteguh dirinya, sikap keramahan itu tidak pernah luntur dan luluh. Malah dia makin bersemangat membangun komunikasi dengan berbagai kalangan.
Ilham yang pertama kali memperkenalkan komunikasi warung kopi, senantiasa ingin berbuat baik, betapapun penilaian orang lain mungkin berbeda. Itulah jati dirinya yang hari ini telah memasuki usia lima puluh empat tahun.
Sebagai orang yang pernah menjadi bawahannya, Ilham tidak pernah marah. Justru dia selalu memberi apresiasi terhadap apa yang saya kerjakan.
Memberi ruang berekspresi secara luas. Ilham adalah pemimpin yang tidak pernah merasa hebat, cerdas dan sombong, dia selalu menghargai pendapat orang lain. Pemerintahan baginya adalah sebuah institusi yang diikat perundang undangan. Dia tidak pernah mengasosiasikan pikirannya bahwa pemerintah itu dikelola seenaknya, seakan perusahaan miliknya. Taat aturan dan norma susila dalam berpemerintahan
*Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan
*Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan