PORTALMAKASSAR.COM – Dalam sepekan terakhir, ancaman terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) datang bertubi-tubi. Pengamat Politik dan Kebangsaan, Arqam Azikin mengecam keras tindakan para pemberontak ini dan meminta agar mereka segera ditumpas.
Ancaman pertama datang dari kelompok militan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dengan pimpinan Ali Kalora yang secara biadab membantai satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah pada 27 November 2020.
Panglima TNI, Dansat Brimob hingga Kapolri merespon cepat dengan membentuk pasukan khusus untuk bergerak melakukan pengejaran menangkap para teroris itu baik dalam keadaan hidup maupun mati.
“Begitulah konsekuensi. Kita menghadapi pemberontakan harus serius dan ditumpas. Tidak ada istilah tawar-menawar, tidak ada kompromi menghadapi para pemberontak kedaulatan negara,” ungkap Arqam Azikin, Sabtu (5/12).
Pada 1 Desember 2020, ancaman kembali datang dari kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kelompok separatis ini mengibarkan bendera Bintang Kejora Papua Barat dan menyatakan 1 Desember sebagai hari kemerdekaan mereka.
Arqam menilai, tindakan OPM yang mengklaim Papua merdeka hanya sekadar mencari perhatian dunia internasional.
Pasalnya, Pencetus gerakan OPM itu sendiri, Nicolaas Jouwe, pada 2009 sudah menyatakan diri kembali ke pangkuan NKRI usai memperoleh surat ajakan dari Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia saat itu untuk pulang ke Tanah Air.
Di tambah lagi, ada kehadiran Benny Wenda, sosok yang mengklaim dirinya sebagai presiden terpilih Papua Merdeka.
Menurut Arqam, negara tidak boleh lengah menyikapi persoalan ini.
“Di sini kita perlu waspada. Gerakan yang dilakukan apalagi Benny Wenda yang sekarang mengklaim sebagai presiden terpilih, itu aneh. Mau jadi presiden Papua Merdeka, dia ngomong di luar Papua, dan dia warga negara asing yang bukan warga negara Indonesia,” urai Arqam.
“Berbahaya. Mereka semua ini harus ditangkap hidup atau mati kalau menginjakkan kaki di negara ini. Jangan kasih kompensasi,” tegasnya.
Kemudian, masih di tanggal yang sama, Bendera Bintang Kejora berkibar di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Melbourne, Australia.
Bendera itu dikibarkan oleh sekelompok orang yang menerobos masuk ke gedung KJRI.
Arqam pun meminta Duta Besar RI mengecam dan melayangkan protes keras ke Pemerintah Australia atas insiden tersebut.
Menurutnya, insiden itu telah melukai dan mencederai harga diri bangsa Indonesia, sehingga Pemerintah Australia harus bergerak untuk menangkap orang-orang tersebut.
“Itu provokasi. Dia (Australia) harus menghormati kedaulatan kita sebagai bangsa dan sebagai negara yang berdaulat. Begitulah hubungan politik luar negeri yang harus dibangun, baik kepada Australia dan negara manapun yang ingin berinteraksi positif dengan Indonesia,” terang akademisi Universitas Muhammadiyah Makassar ini.
Selain itu, Arqam juga meminta kepada Presiden, Wakil Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR agar segera membuat keputusan politik untuk mendesak dunia internasional menangkap para pelaku pengibaran Bendera Bintang Kejora di Kedutaan Besar di Australia.
Termasuk juga menangkap Benny Wenda yang menyatakan diri sebagai Presiden di Papua Barat.
“Kita tidak ada kompromi dengan yang mau menginjak-injak kedaulatan negara. Jangan kasih kompensasi. Tangkap hidup atau mati pada semua pemberontak yang ada di wilayah NKRI! Kita bersatu, kita jaya, demi kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kunci Arqam.