“Negeri Fast Food”
Oleh : Rahmi Ekawati
(Alumni Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alauddin Makassar)
PORTALUSER – Sebagian besar kejahatan terjadi karena masalah perut. Urusan makanan memang tidak jauh dari manusia. Karena menjadi bagian dari kebutuhan jasmani yang memiliki tuntutan untuk dipenuhi. Karena hidup tanpa makan, sama dengan mempercepat kematian. Selaras menjadi bagian dari kebutuhan primer manusia yakni sandang, pangan dan papan.
Namun, hari ini menjadi esensial pembahasan, diakibatkan banyaknya jenis makanan-manaan baru yang membuat para penghuni bumi tak lagi ‘makan untuk hidup tapi hidup untuk makan’. Dalam masyarakat Indonesia, terdapat salah satu makanan yang disebut fast food dan junk food yang berarti makanan cepat saji. Menurut Oetoro, S (2013) seorang Dokter Spesialis Gizi mengatakan, junk food kerap kali dikenal sebagai makanan tidak sehat (makanan sampah). Junk food mengandung jumlah lemak besar, rendah serat, banyak mengandung garam, gula, zat aditif dan kalori tinggi tetapi rendah nutrisi, rendah vitamin dan rendah mineral. Yang termasuk dalam jenis junk food adalah keripik, permen, semua dessert manis, makanan fas food yang digoreng, dan minuman soda ataupun minuman berkarbonasi dan lain sebagainya. Bila jumlah ini terlalu banyak di dalam tubuh, maka akan menimbulkan banyak penyakit, seperti obesitas, jantung dan kanker.
Sedangkan fas food adalah makanan yang tersedia dalam waktu cepat dan siap disantap dalam waktu cepat, seperti fried chicken, hamburger dan pizza. Oxford dictionaries mendefinisikan fast food sebagai makanan yang dapat diolah dan disajikan dalam waktu yang singkat dan mudah dalam hitungan menit, terutama di restoran dan toko-toko.
Fast food dan junk food telah mendominasi kuliner di seluruh dunia. Pada awalnya, Amerika memasuki era industri yang menyebabkan banyak pekerja hanya mempunyai jam istirahat yang pendek dan jam kerja yang panjang. Bahkan wanita pada saat itu juga mulai bekerja, akibatnya mereka meninggalkan pekerjaan rumah seperti memasak dan akhirnya lebih banyak waktu untuk makan di luar rumah. Hal tersebut yang mendorong industri makanan Amerika menciptakan fast food dan junk food. Makanan tersebut adalah salah satu bagian dari perubahan social masyarakat. Benjamin Franklin menciptakan istilah, “Waktu adalah uang” dan ini telah diterapkan untuk berbagai aspek kehidupan. Alasan itulah yang menyebabkan restoran fast food banyak dipilih.
Berkembangnya fast food di Indonesia mempengaruhi perubahan gaya hidup (lifestyle). Anak muda lebih suka makan fast food dan junk food, seperti McDonald, KFC dan lain sebagainya, dibandingkan makanan local. Jadi, tidak hanya rasa untuk memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi mereka membeli pola dan gaya hidup agar mereka menjadi orang modern. Ada norma baru di tengah-tengan masyarakat, seolah-olah orang akan ketinggalan zaman jika belum pernah mengkonsumsi pizza, hamburger, dan berbagai produk makanan cepat lainnya.
Dalam penelitian menunjukan, ketika mengkonsumsi fast food secara berlebihan menyebabkan efek negative pada status gizi dan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja yang sering mengonsumsi makan cepat saji akan memberikan ekstra 160-310 kalori per hari dan mengakibatkan obesitas. Beberapa dampaknya juga seperti darah tinggi dan penyakit kardiovaskular, gangguan pada sistem saraf sentral, gangguan pada kulit dan tulang, diabetes melitus atau penyakit gula, kanker, kerusakan pada hati. Dan yang paling berat adalah membuat ketagihan para konsumen.
Inilah yang terjadi di zaman modern, hingga lupa diri. Akhirnya banyak hal yang dulunya tak pernah terjadi, sekarang telah menjadi adat istiadat yang perlu dipahami serta ditolerir. Dampaknya adalah berbagai penyakit bermunculan, nama dan identitasnya tak terdeteksi, hingga memberi namanya pun terasa sulit.
Hajatul Uduwiyah (kebutuhan jasmani) adalah salah satu potensi yang dimiliki oleh manusia, yang ketika tidak dipenuhi akan menyebabkan kematian. Sehingga setiap orang harus makan dan wajib untuk memenuhi tuntutan tersebut. Namun, dengan gaya serba modern cara pemenuhannya pun semakin canggih. Hingga mereka lupa bahwa penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah bukan untuk berfoya-foya mencari makan dengan sajian ala cepat yang konon merusak tubuh. Akibat dengan tubuh rusak, maka kemungkinan untuk beribadah semakin menurun.
Makanan cepat saji adalah satu bentuk penjajahan ala Barat. Dalam buku ‘Invasi Politik dan Budaya Asing’ karya Freederick dikatakan bahwa Amerika Serikat melakukan penanaman modal ke negara-negara berkembang dengan membangun industri makanan cepat saji. Ditambah pula makanan tersebut tidak memberikan gizi yang baik serta pengaruhnya memperlambat cara berfikir konsumen, akibat banyaknya racun dalam makanan tersebut. Dan outputnya pemuda-pemuda malas berfikir apalagi untuk mempelajrai agamanya. Tak heran, hari ini banyak pemuda yang tak kenal agamanya, bahkan asing dengan orang-orang yang menjalankan Islam secara sempurna. Akibatnya Islam tetap menjadi agama ruhiyah yang dilakukan secara rutinitas. Padahal Islam adalah ideologi (pandangan hidup) yang mengatur politik dan spiritual.