Oleh : Susi ( UKM FKMI UMMA)
PORTALMAKASSAR.COM — Baru-baru ini diberitakan Kemenag mendapat kucuran dana senilai Rp 3,7 Triliun (dengan asumsi kurs Rp 14 ribu per dolar AS) untuk mendukung program peningkatan mutu madrasah dasar dan menengah.
Dirjen pendidikan Islam Kemenag, Prof Dr Kamaruddin Amin mengetakan, untuk mendongkrak pendidikan madrasah, pihaknya sedang menangani Bank Dunia. Pihaknya meminta proyek di Bank Dunia melalui dana PHLN (pinjaman dan hibah luar negeri), yang disebut sebagai reformasi kualitas pendidikan madrasah (Republika.co.id, 5/7/2019).
Lalu, benarkah proyek ini bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Madrasah?Jika kita telusuri lebih jauh, proyek reformasi kualitas pendidikan madrasah ini hanyalah kelanjutan dari program deradikalisasi pelajar yang digulirkan pemerintah melalui BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris) pada tahun 2016.
Menteri Agama Lukman Hakim menjelaskan, dana Rp 3,7 Triliun tersebut akan dialokasikan setidaknya untuk 4 hal. Pertama untuk meningkatkan kompetensi guru Madrasah, kedua untuk sistem perencanaan dan penganggaran operasional Madrasah yang transparan, ketiga untuk menciptakan standar kompetensi siswa dan keempat untuk pengembangan sistem IT (jpnn.com, 27/6/2019).
Sebelumnya, Dirjen Pendidikan Agama Islam Kemenag Prof Dr kamaruddin Amin meluncurkan kurikulum pendidikan Islam Rahmatan lil ‘alamin yang menekankan pada pemahaman Islam yang damai, toleran dan moderat.
Mengingat pahan radikalisme mulai merambahke berbagai sektor pendidikan baik di level menengah, atas maupun perguruan tinggi (jawa pos, 29/03/2016).
Proyek Reformasi kualitas pendidikan Madrasah yang akan dijalankan oleh Kemenag ini sejalan dengan program pendidkan karakter(PPK) yang dicanangkan oleh Mendikbud Muhadjir Effendi pada tahun 2017 (pikiran.rakyat.com, 16/10/2017).
Sistem pendidikan sekuler menjadikan tujuan pendidikan hanya berorientasi pada capaian materi. Peran negara dalam penyediaan anggaran pendidikan juga minim. Padahal pendidikan adalah hak setiap warga negara.
Memperoleh sekolah berkualitas seharusnya dijamin oleh negara.Seharusnya negara menerapkan anggaran mutlak, berapapun biaya yang dibutuhkan bagi terwujudnya penyelenggaraan pendidikan berkualitas bagi setiap orang wajib diadakan oleh negara.
Mulai dari pembiayaan untuk penyediaan kualitas guru yang baik, penetapan kurikulum pendidikan yang benar hingga pembiayaan pembangunan sarana prasarana pendidikan berkualitas secara merata ke seluruh penjuru negeri.Meski demikian pemenuhan anggaran tersebuttidak boleh berasal dari hutang. Apalagi hutangribawi.
Hutang adalah instrumen penjajahan yang digunakan untuk menjerat negara-negara berkembang agar tunduk di bawah cengkeraman negara besar dan pemilik modal.Jebakan hutang serta membengkaknya hutangluar negeri akan membebani pembayaran cicilan pokok dan bunga. Makin besar jumlah hutang, makin besar jumlah kas negara untuk membayarnya. Akibatnya, kapasitas APBN untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat makin terbatas.
Untuk mengukur pencapaian, proyek ini akan mendukung pelaksanaan penilaian siswa kelas 4 secara nasional di sekolah-sekolah di bawah Kemenag.
Proyek ini juga akan membiayai pelatihan bagi tenaga pendidik agar mendukung peningkatan mutu pengajaran dan pembelajaran. Selain itu, proyek juga akan berinvestasi dalam pengumpulan dan analisis data untuk meningkatkan manajemen sekolah-sekolah.
Hutang Piutang Dalam Islam merupakan hal yang sifatnya Jaiz atau diperbolehkan, namun Islam mengatur tata cara hutang piutang tersebut secara sistematis. Fluktuasi keadaan ekonomi terkadang memaksa seseorang untuk meminjam uang.
Pengajuan pinjaman tersebut biasanya beragam, mulai dari lembaga keuangan resmi seperti perbankan atau pun yang berdimensi online. Namun, ada juga beberapa kalangan yang lebih memilih untuk meminjam pada sahabat dan saudara.
Bukan tanpa alasan, pinjaman tersebut tentu tanpa embel-embel bunga dan agunan apa pun. Asalkan saling percaya, pinjaman tentu akan diberikan. Namun sayangnya, banyak yang menyalah gunakan kepercayaan tersebut dengan tidak membayar hutang tepat pada waktunya. Bahkan, ada juga yang sengaja pura-pura lupa.
Lalu bagaimana hutang piutang dalam Islam?
Islam sendiri telah mengatur adab pinjam meminjam. Dalam Islam, berhutang merupakan hal yang sifatnya jaiz (boleh). Contoh hutang piutang dalam islam adalah saat Rasulullah Shallallaahu alaihi wassalam pernah berhutang. Kala itu, beliau berhutang kepada seorang Yahudi, hutang tersebut dilunasi dengan sebuah baju besi yang digadaikan.
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menggadaikan baju besinya” (HR Al-Bukhari no. 2200).
Meski dalam hadis tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah pernah berhutang, namun bukan berarti beliau gemar berhutang. Sebaliknya, Rasulullah sangat menghindari aktivitas hutang piutang jika tidak dalam keadaan terpaksa. Hal tersebut diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallaahu ‘anhaa.
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berhutang“
Berhutang memang bukan sebuah perbuatan dosa. Namun, aktivitas hutang piutang yang tak terkendali akan mengarahkan orang tersebut kepada perbuatan munkar. Berdusta dan ingkar janji akan menjadi sarapan sehari-hari bagi orang yang sudah terlilit hutang. Segala hal akan terlihat benar asalkan dapat menambah jumlah nominal hutangnya. Hal seperti inilah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah saw.
Hutang hanyalah sebatas emergency exit saat kita sudah tidak lagi memiliki sumber pundi-pundi rupiah untuk bertahan hidup. Uang dari hasil hutang bukanlah sesuatu yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan konsumtif seperti belanja atau hal lain yang menjurus kepada foya-foya. (*)