PORTALMAKASSAR.COM – Akhir-akhir ramai diperbincangkan mengenai Dexamethazone, obat yang cukup teruji mampu menyembuhkan Covid-19. Bagaimana sebenarnya efek obat ini? Benarkah Dexamethazone sudah direkomendasikan para ahli?
Berikut ini penjelasan Ketua Tim Satgas Covid-19 Fakultas Farmasi Unhas, Yusnita Rifai. Yusnita mengatakan Dexamethazone merupakan obat anti inflamasi atau anti peradangan.
Obat ini hanya digunakan bagi pasien jika dalam kondisi kritis berat. Atau mereka yang telah gagal napas.
“Tapi dia adalah turunan kortikosteroid, kemudian anti radang. Penggunaannya sebenarnya untuk pasien Covid-19 yang keadaan klinis, yang sudah kritis berat, yang sudah gagal napas,” kata Yusnita, saat dihubungi, Sabtu (20/6/2020).
Kata dia, Dexamethazone kerap digunakan untuk membantu meredakan peradangan.
“Kalau memang ada peradangan daerah paru-paru itu dengan bantuan oksigen atau ventilator, kalau diberi Dexamethazone itu langsung berkurang sesaknya pasien,” sambungnya.
Meski obat tersebut diklaim mampu menangani pasien Covid-19, namun kata dia dikhawatirkan obat akan cepat habis. Sebab, masyarakat Indonesia cenderung panik membeli obat sehingga obat bisa menjadi langka.
“Padahal kan RS juga membutuhkan itu. Terus juga obat itu mudah sekali didapat di mana-mana, tidak hanya di apotik-apotik RS, tapi juga toko obat biasanya dijual tanpa resep dokter. Itu yang kami khawatir,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya hanya akan memberikan obat tersebut sesuai resep dokter dan tidak dijual secara bebas.
“Misalnya ada yang datang mau diperiksa kita tidak berikan. Itu kesepakatan teman-teman di apotek dan dokter-dokter. Karena khawatirnya nanti dipergunakan tidak sesuai dengan kondisi pasien,” ucap Yusnita.
Menurut Yusnita, obat ini direkomendasikan bagi pasien dalam kondisi berat.
“Covid-19 kan ada beberapa gejala, ringan, sedang dan berat. Kalau berat kan biasa isolasi mandiri di rumah. Kalau sedang bawa ke RS itu belum diberikan juga dengan pertimbangan belum masuk ke paru-paru virusnya. Kalau sudah masuk ke gejala berat kalau sudah membutuhkan ventilator nah itu baru bisa diresepkan ke pasien,” sambungnya.